“6310”
Pagi datang
tersenyum manja tanpa matahari. Langit kalbu menyamarkan keindahan pagi. Hari
ini memulai dengan senyuman yang harus di lakukan. Waktu terus bergulir dengan
teratur. Dengan malas Vira mulai menulusuri
jalan kecil dengan beban di pundaknya. Dingin menerpa bersama embun dan
kabut yang menyelimuti. Membuat Vira semakin malas beranjak. Tetes demi tetes
air menimpa tidak sengaja di atas kepala.
Meninggalkan bercak-bercak berantakan di jalan itu. Melewati lubang-lubang kecil penuh air dan
daun-daun yang menempel basah di badan jalan pagi itu. Angin terasa jahat saat
menusuk tubuh memaksa. Menandakan hujan baru saja beranjak pergi dari bumi.
Semakin banyak langkah Vira meninggalkan tempat peristirahatannya.
06 Maret 2010, Dear Diary,Pada saat itu
aku selalu berangkat ke sekolah dengan senyuman, karena beban di pundak selalu
selesai ku kerjakan. Berharap semua kerja keras dapat di petik hasilnya
keesokan hari. Berbuat adil selalu ku tanamkan dalam hati dan ku anggap itu
sebagai kewajiban yang harus selalu ku
lakukan. Setiap pagi kedatangan ku selalu di nantikan teman-teman ku. Entah
karena mereka sayang kepadaku,atau karena aku selalu memperbolehkan mereka
menyalin jawaban pekerjan rumah ku. Tetapi,itu tak ku rasakan beban untuk
ku,karena canda mereka selalu menggantikan kesedihan ku. Karena aku tidak bisa
bermain seperti mereka. Setelah kejadian saat itu,Aku jatuh dari tangga
sekolah,tangan ku berdarah dan darah itu sulit untuk di hentikan. Tidak seperti
biasanya lebam dan luka itu susah di sembuhkan . Entah apa yang membuatnya
seperti itu. Tetapi, aku tidak menghiraukannya. Namun,setelah kejadian itu,ayah
dan ibu melarang ku beraktivitas berat.
Hingga aku lebih banyak berdiam diri. Dan siang itu, terik matahari
menyambut ketika aku keluar dari sebuah
ruangan. Perlahan tapi pasti beranjak pergi meninggalkan lingkungan sekolah.
Terik matahari yang hampir mencapai pucuk langit dengan suara bising penghuni
sekolah yang mulai pergi menuju rumah
mereka masing-masing,menambah panasnya siang itu. Sesaat setelah ku melewati
gerbang sekolah. Terdengar ada suara
yang memanggil,suara itu sangat familiar di telingaku.
“ Tiya…………….!”
Aku
segera menoleh. Tiba-tiba dia memegang tangan ku dan memberikan sebuah
bingkisan yang tak ku tahu isinya. Namun,di atasnya ada secarik kertas
bertuliskan untuk Tiya yang ku sayang. Dan kemudian dia pamit karena ada
sesuatu hal yang memaksanya pulang cepat siang itu. Dia adalah Doni, ya
seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupku sejak 2 tahun yang lalu. Dia selalu memberikan yang
terbaik untukku. Bersama dalam melakukan semua hal adalah hobi kami berdua. kebersamaan itulah
yang membuat hubungan kami bertahan hingga sekarang.
Dan siang itu
aku tak pulang sendiri. Bersama ketiga sahabatku,Putri,Ayu, dan Ana,kami pulang
dengan sangat senang. Kami terus tertawa sepanjang jalan yang kami lalui. Entah
apa yang kami tertawakan. Tawa kami seakan melawan suara bising kendaraan yang
berlalu lalang di jalan itu. Mereka
bertiga adalah sahabat terbaik ku. Suka maupun duka kami selalu bersama. Karena asyiknya bercanda,tak sadar kami sudah
berada di ujung jalan kecil rumah ku. Dan akhirnya kami berpisah di jalan itu.
Tak lama berjalan menyusuri jalan kecil itu, aku melihat seorang nenek yang tua
renta sedang mengorek-ngorek bak sampah di sekitar jalan kecil yang selalu ku
lewati. Menggendong tumpukan barang bekas di pundaknya.Terasa renyuh melihat
seorang nenek yang berjuang di tengah tumpukan sampah yang sangat bau. Ku sapa
nenek itu dengan perlahan,agar tidak mengejutkannya.
“ Assalamualaikum nek? “ ”
Kenalin nek,saya tiya.”
“Walaikumsalam.”
“Nenek sedang apa di sini?”
“Nenek sedang mencari makan cu.” “Astagfirullah’alazim,ayok
nek,kita istirahat dulu di warung itu!”
Aku menggandeng tangan nenek itu dan langsung
memesan minuman dan makanan untuk nenek itu. Sangat jelas terlihat nenek itu
sangat kelelahan. Melihat rambutnya yang sudah berubah menjadi putih dan
kulitnya yang sudah mulai menjauhi daging di tubuhnya. Seakan ingin
memperlihatkan betapa rentanya nenek itu. Hingga aku teringat dengan nenek ku
yang meninggal dunia sebulan yang lalu. Menetes airmata di pipi ku. Masih
teringat jelas senyum nenek ku saat terakhir ku temui.
Matahari yang
semakin menjauhi bumi,memberi kesempatan bulan untuk menampakkan dirinya. Senja
tiba memberi tanda akan hadirnya malam.
Memaksa ku bergegas pulang setelah mencium tangan nenek itu. Dalam benak ku
bergumam,hari ini aku berhasil berbuat adil kepada orang lain. Dan sesampainya
di rumah , segera aku berbuat adil kepada Allah. Segera ku bersihkan diri dan
kemudian salat. Bersujud dan bersimpuh mendo’akan ayah dan ibu.
Setelah itu,aku
berbuat adil terhadap diriku sendiri. Segera ku buka pelajaran-pelajaran yang
ku dapatkan tadi pagi dan menghabiskan beban di pundakku. Aku sangat hobi
menulis,aku buka buku catatan tempat aku menuangkan segala perasaan ku dalam
sebuah tulisan. Dan berharap tulisan-tulisan itu menjadi sebuah karya yang
sangat indah. Namun,sunyi menghantui ku malam itu,mengingatkan ku dengan
secarik kertas yang Doni berikan tadi siang. Ku buka selembar kertas kecil itu
dan langsung membacanya.
Tersenyumlah
Selalu Untukku
Musik cinta adalah bahasa ruh Melodinya bagaikan hembusan angin
yang menggetarkan dawai-dawainya dengan
ketulusan yang berarti Mengetuk
perasaan dengan kelembutan Membuka
persembunyian perasaan Aku
datang karena senyuman mu Senyum yang
terlukis indah di wajah mu Membuat lesung di pipimu semakin
dalam Mataku
menatap ingin bercerita tentang
cintaku yang lahir dari senyum mu aku
ingin memahkotaimu dengan kasih sayang ku Aku
ingin selamanya mencintai mu Sampai
senyuman terakhir mu
Puisi itu berhasil menjamah hatiku,menggelitik
setiap detak jantungku,hingga wajahku melukis senyuman lebar tanda bahagia.
Kehadiran kamu adalah penyebab atas senyum dan tawa ku. Malam yang semakin larut semakin mengusikku. Angin tak berarah
memaksa masuk dalam kamar ku. Namun,selimut tebal membiarkan ku tidur terlelap
dalam mimpi-mimpi indah ku. Hingga bulan bertemu matahari keesokan harinya.
Setiap hari demi
hari yang ku lalui,adalah kehidupan yang sangat
berarti dalam hidup ku. Ayah,ibu,kekasih,sahabat,dan teman telah
melukiskan keindahan dalam hatiku. Membuat cerita indah di kehidupan ku. Semua
keindahan itu selalu ku rindukan setiap pagi aku bangun bersama nyawaku. Karena
itu,setiap pagi selalu ku sambut pagi walau pagi datang tanpa matahari.
Namun,kini semua keindahan itu akan segera berakhir. Tak akan ada pagi untuku
lagi. Tak kan pernah bisa ku rasakan lagi. Tak pernah ku sadari setiap sakit
yang ku rasakan dalam diriku adalah tanda hidupnya sebuah penyakit mematikan
dalam tubuhku. Dan kini penyakit itu sudah mulai menguasai tubuhku. Perlahan
penyakit itu menyapa ku dengan sangat ramah. Membuat aku di manja,karena aku
harus berdiam diri. Lambat laun dia
memaksaku takluk kepadanya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah
penyakit itu menyerang ku. Awalnya aku menyerah,mengakui kekalahan ku dengan
penyakit itu. Dokter juga semakin membuat
sempurna kekalahan ku,saat dokter itu berkata umur ku tidak akan lama
lagi. Namun,keindahan dalam hati yang di lukiskan orang-orang yang menyayangi
ku,kini membantu ku mengalahkan penyakit itu. Dan aku tersadar penyakit itu
terus menggerogoti tubuh ku. Namun,tak ada gunanya aku menyesali semua itu.
Keterpurukan ku takkan membantu menyembuhkan penyakit ku. Tak akan bisa membuat
penyakit hemofilia itu memaafkan ku. Dan aku ingin di hari-hari terakhir
ku,melukis keindahan di hati semua orang yang menyayangi ku untuk yang terakhir dalam hidup ku.
06 Maret 2010 Untuk
kamu Doni
Mungkin
saat kamu baca surat ini,aku sudah tidak ada di dunia ini. Maaf bukan maksud ku
menghianati janji kita berdua. Aku pergi b egitu saja meninggalkan mu bukan
tanpa sebuah alasan. Tetapi aku hanya tidak ingin melihat mu sakit melihat aku
seperti ini. Jangan benci aku Don. Aku hanya tak ingin kamu ikut merasakan
penderitaan ku. Aku ingin kamu bahagia. Aku titip ayah dan ibuku ya,tolong jaga
mereka untuk ku.
Don,ikhlaskan aku pergi,dan do’akan aku di
setiap sujud mu. Aku mohon jangan tangisi aku,biarkan aku tenang bersama
cintamu yang ku bawa. Tak kan pernah aku lupakan semua kenangan yang kamu
berikan. Terimakasih untuk hadiah yang kamu berikan. Cincin itu biarlah melingkar
dalam hatiku. Dan carilah pengganti yang
bisa membuat hidup mu lebih indah dari
ini. Hapus air mata mu Don,Semua ini aku lakukan untuk kebaikan mu. Mungkin kita memang tidak di
takdirkan bersama dalam kehidupan nyata. Tetapi hati kita akan selalu tetap
bersama. Jaga dirimu baik-baik ya,berbuatlah yang terbaik untuk dirimu dan
orang lain. ..
Aku Sangat
Mencintaimu,Biarkan Aku Jadi Kawan di Hatimu
06
Maret 2010 Untuk Sahabat ku
Mungkin
saat kalian baca surat ini,aku sudah tidak ada di dunia ini. Aku ingin kalian
selau mendo’akan aku. Putri,Ayu,dan Ana maafkan semua kesalahan ku ya,selama
aku bersahabat dengan kalian,aku merasakan hidup yang luar biasa. Kalian adalah
sahabat terbaikku.
Putri,,,,perjalanan hidup kamu masih
panjang,masih banyak yang bisa kamu
pilih,yang terbaik buat kamu sekarang.
Ayu,,,,Bersyukur dengan apa yang kita punyai sekarang,akan
lebih membuat kamu hidup lebih bahagia.
Ana,,,,Sabar
lah dalam menghadapi segala ujian dalam
hidup mu,mungkin Allah akan memberikan hal yang indah di balik cobaan-Nya yang
berat.
Kalian
semua kadang memang membuat aku membenci kalian,tetapi kebencian itulah yang
membuat aku semakin takut kehilangan kalian. Tetapi kini aku sangat merasakan kehilangan kalian. Putri,Ayu,Ana…Jangan
lupakan aku ya,walaupun jasad ku sudah tiada,jiwa ku masih ada
bersama kalian.hapus airmata kalian. Biarkan aku pergi dengan tenang.
Tertulis di dua lembar kertas yang berada di
depan buku diary yang Vira temukan
tergeletak di jalan kecil yang di laluinya. Di bukanya terus menerus,lembar
demi lembar kertas itu. Berharap menemukan nama pemilik buku itu. Dan tiba-tiba
2 lembar kertas jatuh dari buku itu,saat Vira begitu asyik membuka lembar-
lembar buku itu.Terlihat foto seorang
laki-laki dan wanita yang duduk bersama di antara kue yang di hiasi lilin-lilin
kecil yang masih menyala. Dan selembarnya lagi terlihat 4 wanita dengan tulisan
Tut Wuri Handayani melekat di topi yang mereka kenakan. Vira sejenak
berfikir,dan memutuskan untuk menyimpan buku diary itu,karena Vira sama sekali tidak tahu siapa pemilik buku itu.
Vira menyadari kehidupannya yang sangat berantakan. Dan Vira memutuskan
mengikuti perjalanan wanita dalam diary itu, berharapdirinya bisa berubah menjadi seperti Tiya,wanita yang
di sayangi semua orang karena kebaikan
dan ketulusan hatinya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar