Rabu, 12 September 2012

CERPEN


“6310”

Pagi datang tersenyum manja tanpa matahari. Langit kalbu menyamarkan keindahan pagi. Hari ini memulai dengan senyuman yang harus di lakukan. Waktu terus bergulir dengan teratur. Dengan malas Vira mulai menulusuri  jalan kecil dengan beban di pundaknya. Dingin menerpa bersama embun dan kabut yang menyelimuti. Membuat Vira semakin malas beranjak. Tetes demi tetes air menimpa tidak sengaja di atas kepala.  Meninggalkan bercak-bercak berantakan di jalan itu.  Melewati lubang-lubang kecil penuh air dan daun-daun yang menempel basah di badan jalan pagi itu. Angin terasa jahat saat menusuk tubuh memaksa. Menandakan hujan baru saja beranjak pergi dari bumi. Semakin banyak langkah Vira meninggalkan tempat peristirahatannya.    
06 Maret 2010, Dear Diary,Pada saat itu aku selalu berangkat ke sekolah dengan senyuman, karena beban di pundak selalu selesai ku kerjakan. Berharap semua kerja keras dapat di petik hasilnya keesokan hari. Berbuat adil selalu ku tanamkan dalam hati dan ku anggap itu sebagai  kewajiban yang harus selalu ku lakukan. Setiap pagi kedatangan ku selalu di nantikan teman-teman ku. Entah karena mereka sayang kepadaku,atau karena aku selalu memperbolehkan mereka menyalin jawaban pekerjan rumah ku. Tetapi,itu tak ku rasakan beban untuk ku,karena canda mereka selalu menggantikan kesedihan ku. Karena aku tidak bisa bermain seperti mereka. Setelah kejadian saat itu,Aku jatuh dari tangga sekolah,tangan ku berdarah dan darah itu sulit untuk di hentikan. Tidak seperti biasanya lebam dan luka itu susah di sembuhkan . Entah apa yang membuatnya seperti itu. Tetapi, aku tidak menghiraukannya. Namun,setelah kejadian itu,ayah dan ibu  melarang ku beraktivitas berat. Hingga aku lebih banyak berdiam diri. Dan siang itu, terik matahari menyambut  ketika aku keluar dari sebuah ruangan. Perlahan tapi pasti beranjak pergi meninggalkan lingkungan sekolah. Terik matahari yang hampir mencapai pucuk langit dengan suara bising penghuni sekolah yang mulai pergi  menuju rumah mereka masing-masing,menambah panasnya siang itu. Sesaat setelah ku melewati gerbang sekolah. Terdengar  ada suara yang memanggil,suara itu sangat familiar di telingaku.
 “ Tiya…………….!”                                                                                                                                                                 Aku segera menoleh. Tiba-tiba dia memegang tangan ku dan memberikan sebuah bingkisan yang tak ku tahu isinya. Namun,di atasnya ada secarik kertas bertuliskan untuk Tiya yang ku sayang. Dan kemudian dia pamit karena ada sesuatu hal yang memaksanya pulang cepat siang itu. Dia adalah Doni, ya seseorang yang sudah menjadi bagian dari hidupku sejak  2 tahun yang lalu. Dia selalu memberikan yang terbaik untukku. Bersama dalam melakukan semua hal  adalah hobi kami berdua. kebersamaan itulah yang membuat hubungan kami bertahan hingga sekarang.
Dan siang itu aku tak pulang sendiri. Bersama ketiga sahabatku,Putri,Ayu, dan Ana,kami pulang dengan sangat senang. Kami terus tertawa sepanjang jalan yang kami lalui. Entah apa yang kami tertawakan. Tawa kami seakan melawan suara bising kendaraan yang berlalu lalang di jalan itu. Mereka  bertiga adalah sahabat terbaik ku. Suka maupun duka kami selalu bersama.  Karena asyiknya bercanda,tak sadar kami sudah berada di ujung jalan kecil rumah ku. Dan akhirnya kami berpisah di jalan itu. Tak lama berjalan menyusuri jalan kecil itu, aku melihat seorang nenek yang tua renta sedang mengorek-ngorek bak sampah di sekitar jalan kecil yang selalu ku lewati. Menggendong tumpukan barang bekas di pundaknya.Terasa renyuh melihat seorang nenek yang berjuang di tengah tumpukan sampah yang sangat bau. Ku sapa nenek itu dengan perlahan,agar tidak mengejutkannya.
“ Assalamualaikum nek? “                                                                                                                                                                                                                                                                                             ” Kenalin nek,saya tiya.”                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                  “Walaikumsalam.”                                                                                                                                             “Nenek sedang apa di sini?”                                                                                                                                                              “Nenek sedang mencari makan cu.”                                                                      “Astagfirullah’alazim,ayok nek,kita istirahat dulu di warung itu!”    
  Aku menggandeng tangan nenek itu dan langsung memesan minuman dan makanan untuk nenek itu. Sangat jelas terlihat nenek itu sangat kelelahan. Melihat rambutnya yang sudah berubah menjadi putih dan kulitnya yang sudah mulai menjauhi daging di tubuhnya. Seakan ingin memperlihatkan betapa rentanya nenek itu. Hingga aku teringat dengan nenek ku yang meninggal dunia sebulan yang lalu. Menetes airmata di pipi ku. Masih teringat jelas senyum nenek ku saat terakhir ku temui.            
Matahari yang semakin menjauhi bumi,memberi kesempatan bulan untuk menampakkan dirinya. Senja tiba memberi  tanda akan hadirnya malam. Memaksa ku bergegas pulang setelah mencium tangan nenek itu. Dalam benak ku bergumam,hari ini aku berhasil berbuat adil kepada orang lain. Dan sesampainya di rumah , segera aku berbuat adil kepada Allah. Segera ku bersihkan diri dan kemudian salat. Bersujud dan bersimpuh mendo’akan ayah dan ibu.
Setelah itu,aku berbuat adil terhadap diriku sendiri. Segera ku buka pelajaran-pelajaran yang ku dapatkan tadi pagi dan menghabiskan beban di pundakku. Aku sangat hobi menulis,aku buka buku catatan tempat aku menuangkan segala perasaan ku dalam sebuah tulisan. Dan berharap tulisan-tulisan itu menjadi sebuah karya yang sangat indah. Namun,sunyi menghantui ku malam itu,mengingatkan ku dengan secarik kertas yang Doni berikan tadi siang. Ku buka selembar kertas kecil itu dan langsung membacanya.
                Tersenyumlah Selalu Untukku 

                                Musik cinta adalah bahasa ruh                                                                                              Melodinya bagaikan hembusan angin                                                                                               yang menggetarkan dawai-dawainya                                                                                    dengan ketulusan yang berarti                                                                                        Mengetuk perasaan dengan kelembutan                                                                                    Membuka persembunyian perasaan                                                                                        Aku datang karena senyuman mu                                                                                        Senyum yang terlukis indah di wajah mu                                                                           Membuat lesung di pipimu semakin dalam                                                                           Mataku menatap ingin bercerita                                                                                               tentang cintaku yang lahir dari senyum mu                                                                                    aku ingin memahkotaimu dengan kasih sayang ku                                                                    Aku ingin selamanya mencintai mu                                                                                     Sampai senyuman terakhir mu                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                    
Puisi  itu berhasil menjamah hatiku,menggelitik setiap detak jantungku,hingga wajahku melukis senyuman lebar tanda bahagia. Kehadiran kamu adalah penyebab atas senyum dan tawa ku.  Malam yang semakin  larut semakin mengusikku. Angin tak berarah memaksa masuk dalam kamar ku. Namun,selimut tebal membiarkan ku tidur terlelap dalam mimpi-mimpi indah ku. Hingga bulan bertemu matahari keesokan harinya.
Setiap hari demi hari yang ku lalui,adalah kehidupan yang sangat  berarti dalam hidup ku. Ayah,ibu,kekasih,sahabat,dan teman telah melukiskan keindahan dalam hatiku. Membuat cerita indah di kehidupan ku. Semua keindahan itu selalu ku rindukan setiap pagi aku bangun bersama nyawaku. Karena itu,setiap pagi selalu ku sambut pagi walau pagi datang tanpa matahari. Namun,kini semua keindahan itu akan segera berakhir. Tak akan ada pagi untuku lagi. Tak kan pernah bisa ku rasakan lagi. Tak pernah ku sadari setiap sakit yang ku rasakan dalam diriku adalah tanda hidupnya sebuah penyakit mematikan dalam tubuhku. Dan kini penyakit itu sudah mulai menguasai tubuhku. Perlahan penyakit itu menyapa ku dengan sangat ramah. Membuat aku di manja,karena aku harus berdiam diri. Lambat  laun dia memaksaku takluk kepadanya. Aku tidak bisa berbuat apa-apa lagi setelah penyakit itu menyerang ku. Awalnya aku menyerah,mengakui kekalahan ku dengan penyakit itu. Dokter juga semakin membuat  sempurna kekalahan ku,saat dokter itu berkata umur ku tidak akan lama lagi. Namun,keindahan dalam hati yang di lukiskan orang-orang yang menyayangi ku,kini membantu ku mengalahkan penyakit itu. Dan aku tersadar penyakit itu terus menggerogoti tubuh ku. Namun,tak ada gunanya aku menyesali semua itu. Keterpurukan ku takkan membantu menyembuhkan penyakit ku. Tak akan bisa membuat penyakit hemofilia itu memaafkan ku. Dan aku ingin di hari-hari terakhir ku,melukis keindahan di hati semua orang yang menyayangi ku untuk yang terakhir  dalam hidup ku.


06 Maret 2010                                                                                                                               Untuk kamu Doni
 Mungkin saat kamu baca surat ini,aku sudah tidak ada di dunia ini. Maaf bukan maksud ku menghianati janji kita berdua. Aku pergi b egitu saja meninggalkan mu bukan tanpa sebuah alasan. Tetapi aku hanya tidak ingin melihat mu sakit melihat aku seperti ini. Jangan benci aku Don. Aku hanya tak ingin kamu ikut merasakan penderitaan ku. Aku ingin kamu bahagia. Aku titip ayah dan ibuku ya,tolong jaga mereka untuk ku.
Don,ikhlaskan aku pergi,dan do’akan aku di setiap sujud mu. Aku mohon jangan tangisi aku,biarkan aku tenang bersama cintamu yang ku bawa. Tak kan pernah aku lupakan semua kenangan yang kamu berikan. Terimakasih untuk hadiah yang kamu berikan. Cincin itu biarlah melingkar dalam hatiku. Dan carilah  pengganti yang bisa membuat  hidup mu lebih indah dari ini. Hapus air mata mu Don,Semua ini aku lakukan untuk  kebaikan mu. Mungkin kita memang tidak di takdirkan bersama dalam kehidupan nyata. Tetapi hati kita akan selalu tetap bersama. Jaga dirimu baik-baik ya,berbuatlah yang terbaik untuk dirimu dan orang lain. ..
Aku Sangat  Mencintaimu,Biarkan Aku Jadi Kawan di Hatimu


06 Maret 2010                                                                                              Untuk  Sahabat ku
 Mungkin saat kalian baca surat ini,aku sudah tidak ada di dunia ini. Aku ingin kalian selau mendo’akan aku. Putri,Ayu,dan Ana maafkan semua kesalahan ku ya,selama aku bersahabat dengan kalian,aku merasakan hidup yang luar biasa. Kalian adalah sahabat  terbaikku.
Putri,,,,perjalanan hidup kamu masih panjang,masih banyak  yang bisa kamu pilih,yang terbaik buat kamu sekarang.
Ayu,,,,Bersyukur  dengan apa yang kita punyai sekarang,akan lebih membuat kamu hidup lebih bahagia.
Ana,,,,Sabar lah  dalam menghadapi segala ujian dalam hidup mu,mungkin Allah akan memberikan hal yang indah di balik cobaan-Nya yang berat.
Kalian semua kadang memang membuat aku membenci kalian,tetapi kebencian itulah yang membuat aku semakin takut kehilangan kalian. Tetapi kini aku sangat  merasakan kehilangan kalian. Putri,Ayu,Ana…Jangan lupakan aku ya,walaupun jasad ku sudah tiada,jiwa ku masih ada bersama kalian.hapus airmata kalian. Biarkan aku pergi dengan tenang.

  Tertulis di dua lembar kertas yang berada di depan buku diary yang  Vira temukan tergeletak di jalan kecil yang di laluinya. Di bukanya terus menerus,lembar demi lembar kertas itu. Berharap menemukan nama pemilik buku itu. Dan tiba-tiba 2 lembar kertas jatuh dari buku itu,saat Vira begitu asyik membuka lembar- lembar  buku itu.Terlihat foto seorang laki-laki dan wanita yang duduk bersama di antara kue yang di hiasi lilin-lilin kecil yang masih menyala. Dan selembarnya lagi terlihat 4 wanita dengan tulisan Tut Wuri Handayani melekat di topi yang mereka kenakan. Vira sejenak berfikir,dan memutuskan untuk menyimpan buku diary itu,karena Vira  sama sekali tidak tahu siapa pemilik buku itu. Vira menyadari kehidupannya yang sangat berantakan. Dan Vira memutuskan mengikuti perjalanan wanita dalam diary itu, berharapdirinya  bisa berubah menjadi seperti Tiya,wanita yang di sayangi semua orang karena  kebaikan dan ketulusan hatinya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar